Jakarta
Adalah sebuah kota besar yang di penuhi dengan para buruh yang bekerja di
perusahaan swasta atu pun badan umum milih Negara ( BUMN ), Berdasarkan
Keputusan yang di tetapkan Dewan Pengupahn DKI, Jumblah UMP kota Jakarta adalah
Rp.3.100.000 yang sebelumnya adalah RP.2.700.000
Sesuai ketentuan Pasal 90 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum.
Pemerintah menetapkan upah minimum ini berdasarkan kebutuhan hidup
layak dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (lihat Pasal 88 ayat [4] UUK). Dalam Pasal 89 ayat (1) dan ayat (2) UUK diatur lebih lanjut mengenai upah minimum sebagai berikut:
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (lihat Pasal 88 ayat [4] UUK). Dalam Pasal 89 ayat (1) dan ayat (2) UUK diatur lebih lanjut mengenai upah minimum sebagai berikut:
(1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas:
a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota.
(2) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak.
Langkah Hukum Yang di Tempuh
Upaya
yang dapat Saudara dan kawan-kawan lakukan dalam hal ini adalah
menempuh melalui jalur atau cara-cara sebagaimana diatur di dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (“UU PPHI”). Dasar perselisihan antara Saudara dan kawan-kawan dengan pengusaha adalah perselisihan hak. Yang dimaksud dengan perselisihan hak berdasarkan Pasal 1 ayat (2) UU PPHI adalah :
“Perselisihan
hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak,
akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja bersama”.
Jalur
atau cara yang Saudara dapat tempuh berdasarkan ketentuan UU PPHI dalam
upaya penyelesaian perselisihan mengenai hak atas upah antara lain:
(1) Jalur Bipartit
adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, yang berupa perselisihan
hak antara pekerja dengan pengusaha. Perundingan ini dilakukan
berdasarkan Pasal 3 UUPPHI selama 30 hari. Apabila perundingan Bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur Tripartit
yaitu dengan mendaftarkan ke Suku Dinas atau Dinas Ketenagakerjaan dan
Transmigrasi di wilayah kabupaten atau kotamadya yang mewilayahi tempat
kerja Saudara.
(2) Jalur Tripartit adalah
merupakan suatu penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan
pengusaha, dengan ditengahi oleh mediator yang berasal dari Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi. Penyelesaian perselisihan melalui
jalur Tripartit ini diatur berdasarkan Pasal 4 UU PPHI.
Apabila di dalam perundingan penyelesaian perselisihan Tripartit ini
menemui titik temu, maka hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu
Perjanjian Bersama (Pasal 7 UU PPHI).
Jika tidak terdapat titik temu, maka Mediator menuangkan hasil
perundingan dalam suatu anjuran tertulis dan apabila salah satu pihak
menolak anjuran tersebut, maka salah satu pihak dapat melakukan gugatan
perselisihan pada Pengadilan Hubungan Industrial.
(3) Jalur Pengadilan Hubungan Industrial adalah jalur yang ditempuh oleh pekerja/pengusaha melalui mekanisme gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial yang mewilayahi tempat kerja Saudara dengan
dasar gugatan Perselisihan Hak berupa upah pekerja yang tidak
dibayarkan oleh perusahaan. Penyelesaian melalui jenis ini terdapat
dalam Pasal 5 UU PPHI.
No comments:
Post a Comment